Dilihat : kali
Nama lengkap Al-Maqrizi adalah Taqiyuddin Abu Al-Abbas Ammad bin Ali bin Abdul Qadir Al-Husaini. Ia lahir di desa Barjuwam, Kairo, pada tahun 766 H (1364- 1365M). Keluarganya berasal dari Maqarizah, sebuah desa yang terletak di kota Ba’labak. Oleh karena itu, ia cenderung dikenal Al-Maqrizi.
Kondisi ekonomi ayahnya yang lemah menyebabkan pendidikan masa kecil dan remaja Al-Maqrizi berada di bawah tanggungan kakeknya dari pihak ibu, Hanafi Ibn Sa’igh, seorang penganut mazhab Hanafi.Al-Maqrizi muda pun tumbuh berdasarkan pendidikan madzhab ini. Setelah kakeknya meninggal dunia pada tahun 786 H (1384 M), Al-Maqrizi beralih ke mazhab Syafi’i. Bahkan dalam pemikirannya, ia cenderung menganut mazhab Zahiri. (Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, 1999 : 42 dikutip dalam buku Adiwarman Azwar Karim, 2004 : 379).
Al-Maqrizi merupakan sosok yang sangat mencintai ilmu. Sejak kecil, ia gemar melakukan rihlah ilmiah. Ia mempelajari berbagai disiplin ilmu, seperti fiqih, hadist dan sejarah, dari para ulama besar yang hidup pada masanya. Di antara tokoh terkenal yang sangat mempengaruhi pemikirannya adalah Ibnu Khaldun, seorang ulama besar dan penggagas ilmu-ilmu sosial termasuk ilmu ekonomi. (Hammd bin Abdurrahman AlJanidal, 1406 H : 208 dikutip dalam buku Adiwarman Karim, 2004 : 380).
Interaksinya dengan Ibnu Khaldun dimulai ketika Abu Al-Iqtishad ini menetap di Kairo dan memangku jabatan hakim agung (Qadi Al-Qudah) Mazhab Maliki pada masa pemerintahan Sultan Burquq (784-801 H).(Al-Khudairi, 1995 : 16 dikutip dalam buku Adiwarman Karim, 2004 : 380). ISLAMIC BANKING Volume 2 Nomor 1 Agustus 2016│37 Ketika berusia 22 tahun, Al-Maqrizi mulai terlibat dalam berbagai tugas pemerintahan Dinasti Mamluk. Pada tahun 788 H (1386 M), Al-Maqrizi memulai kiprahnya sebagai pegawai di Diwan Al-Insya, semacam sekretariat negara. Kemudian, ia diangkat menjadi wakil Qadi pada kantor hakim agum mazhab syafi’i, khatib di masjid Jami ‘Amr dan Madarasah Al-Sultan Hasan, Imam masjid jami Al-Hakim , dan guru hadis di Madarasah Al-Muayyadah. (Jamaluddin Al-Syayyal, 1967 : 11-12 dikutip dalam buku Adiwarman Karim, 2004 : 380).
Pada tahun 791 H (1389 M), Sultan Barquq mengangkat Al-Maqrizi sebagai muhtasib di kairo.Jabatan itu diembannya selama dua tahun. Pada masa ini, Al-Maqrizi mulai banyak bersentuhan dengan berbagai permasalahan pasar, perdagangan, dan mudharabah, sehingga perhatiaannya terfokus pada harga-harga yang berlaku, asal-usul uang, dan kaidah-kaidah timbangan.(Hammd bin Abdurrahman Al-Janidal, 1406 H : 208 dikutip dalam buku Adiwarman Azwar Karim, 2004 : 381).
Pada tahun 811 H (1408 M), Al-Maqrizi sebagai pelaku administrasi wakaf di Qalanisiyah, sambil bekerja di rumah sakit an-Nuri, Damaskus. Pada tahun yang sama, ia menjadi guru hadis di Madarasah Asyrafiyyah dan Madarasah Iqbaliyyah. Kemudian, Sultan Al-Malik Al-Nashir Fajr bin Barquq (1399-1412) menawarinya jabatan wakil pemerintahan Dinasti Mamluk di Damaskus. Namun, tawaran ini ditolak Al-Maqrizi. (Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, 1999 : 42 dikutip dalam buku Adiwarman Karim, 2004 : 381).
Setelah sekitar 10 tahun menetap di Damaskus, Al-Maqrizi kembali ke Kairo. Sejak itu, ia mengundurkan diri sebagai pegawai pemerintah dan menghabiskan waktunya dengan ilmu. Pada tahun 834 H (1430 M), ia bersama keluarganya menunaikan ibadah haji dan bermukim di Mekkah selama beberapa waktu untuk menuntut ilmu serta mengajarkan hadis dan menulis sejarah. Lima tahun kemudian, Al-Maqrizi kembali ke kampung halamannya, Barjuwan, Kairo. Di sini, ia juga aktif mengajar dan menulis, terutama sejarah Islam, hingga terkenal sebagai seorang sejarahwan besar pada abad ke-9 Hijiriyah. Al-Maqrizi meninggal dunia di Kairo pada tanggal 27 Ramadhan 845 H atau bertepatan dengan 38│Fadilla PEMIKIRAN EKONOMI AL-MAQRIZI tanggal 9 Februari 1442 M.(Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, 1999 : 42 dikutip dalam buku Adiwarman Azwar Karim, 2004 : 381).
Karya tulis al maqrizi
Selama hidupnya, Al-Maqrizi produktif menulis berbagai bidang ilmu, terutama sejarah Islam. Lebih dari seratus buah karya tulis telah dihasilkan, baik berbentuk buku kecil maupun besar. Buku-buku kecilnya memiliki urgensi yang khas serta menguraikan berbagai macam ilmu yang tidak terbatas pada tulisan sejarah.Al-Sayyal mengelompokan buku-buku kecil tersebut empat kategori.
Pertama, buku yang membahas beberapa peristiwa sejarah Islamumum, seperti kitab Al-Niza’ wal AlTakhashum fi ma baina Bani Umayyah wa Bani Hasyim.
Kedua, buku yang belum terbahas oleh para sejarahwan lainnya, seperti kitab Al-Ilmambin Akhbar man bi Ardh Al-Habasyah min muluk Al-Islam.
Ketiga, buku yang menguraikan biografi singkat para raja, seperti kitab Tarajim Muluk Al-Gharab dan kitab Al-Dzahab Al-Masbuk bi Dzikr Man Hajja min Al-Khulafa wa Al-Muluk.
Keempat, buku yang mempelajari beberapa aspek ilmu murni atau sejarah beberapa aspek sosial dan ekonomi di dunia Islam pada umumnya, dan di Mesir pada khususnya, seperti kitab syudzur Al-‘Uqud fi Dzikr AlNuqud, kitab Al-Akyal wa Al-Auzan Al-Syar’iyyah, kitab risalah fi Al-Nuqud Islamiyag dan kitab Ighatsah Al-Ummah bi Kasyf AL-Ghummah. (Jamaluddin Al-Syayyal, 1967 : 11-12 dikutip dalam buku Adiwarman Karim, 2004 : 382).
Sedangkan terhadap karya-karya Al-Maqrizi yang berbentuk buku besar, AlSayyal membagi tiga kategori.Pertama, buku yang membahas tentang sejarah dunia, seperti kitab Al-Khabar ‘an Al-Basyr.Kedua, buku yang menjelaskan sejarah Islam umum, seperti kitab Al-Durar Al-Mudhi’ah fi Tarikh Al-Daulah Al-Islamiyyah. Ketiga, buku yang menguraikan sejarah Mesir pada Islam, kitab Al-Mawa’izh wa Al-I’tibar bi Dzikr Al-Khithath wa Al-Atsar, kitab Itti’azh Al-Hunafa bi Dizkr Al-Aimmah AlFathimiyyin Al-Muluk. (Jamaluddin Al-Syayyal, 1967 : 11-12 dikutip dalam buku Adiwarman Karim, 2004 : 382-383).
Semasa hidupnya, Al-Maqrizi sangat produktif menulis berbagai bidang ilmu, terutama sejarah Islam. Lebih dari seratus buah karya tulis telah dihasilkannya, baik berbentuk buku kecil maupun besar. Buku-buku kecilnya memilki urgensi yang khas serta menguraikan berbagai macam ilmu yang tidak terbatas pada tulisan sejarah. Al-Syayyal mengelompokkan buku-buku kecil tersebut menjadi empat kategori. Pertama, buku yang membahas beberapa peristiwa sejarah Islam umum, seperti kitab Al-Niza’ wa Al-Takhshum fi ma baina Bani Umayyah wa Bani Hasyim. Kedua, buku yang berisi ringkasan sejarah beberapa penjuru Dunia Islam yang belum terbahas oleh para sejarawan lainnya, seperti Kitab Al-Imam bi Akhbar Man bi Ardh Al-Habasyah min Muluk Al-Islam. Ketiga, buku yang menguraikan Biografi singkat para raja, seperti Kitab Tarajim Muluk Al-Gharb dan Kitab Al-Zahab Al-Masbuk bi Dzikr Man bi Hajja min Al-Khulafa wa Al-Muluk. Keempat, buku yang mempelajari beberapa aspek ilmu murni atau sejarah beberapa aspek social dan ekonomi di Dunia Islam pada umumnya, dan di Mesir pada khususnya, seperti kitab Syudzur Al-‘Uqud fi Dzikir AlpNuqud, kitab Al-Akhyal wa Al-Auzan Al-Syar’iyyah, kitab risalah fi Al-Nuqud Islamiyyah dan kitab Ighatsah Al-Ummah bi Kasyfil Gummah.[7]
Sedangkan terhadap karya-karya Al-Maqrizi yang berbentuk buku besar, Al-Syayyal membagi menjadi tiga kategori. Pertama, buku yang membahas tentang sejarah dunia, seperti Khabar ‘an Al-Basyr. Kedua, buku yang menjelaskan sejarah Islam umum, seperi kitab Ad-durar Al-Mudh’iyah fi Tarikh Al-Daulah Al-Islamiyah. Ketiga, buku yang menguraikan sejarah Mesir pada masa Islam, seperti Kitab Al-Muwa’izh wa Al-I’tibar bi Dzikr Al-Immah Al-Fahimiyyin Al-Khulafa, dan kitab Al-Suluk li Ma’rifah Duwal Al-Muluk.[8]
Dari sumber yang lain menyatakan bahwa Ramadhan al-Badri dan Ahmad Mushtafa Qasim telah mengkaji dan mengedit setidaknya ada 11 risalah Al-Maqrizi yang dibukukan dalam buku bertitel Rasa`il Al-Maqrizi yaitu:
Risalah Pertama, tentang pertentangan antara Bani Umayyah dan Bani Hasyim. Dalam risalah ini Al-Maqrizi menjelaskan tentang pertikaian antara kabilah Bani Umayyah dengan Bani Hasyim.Di sini Al-Maqrizi juga memaparkan bagaimana Rasulullah saw memberikan kekuasan wilayah Makkah, Madinah dan Hadramaut kepada Bani Umayyah. Di samping itu, dengan gaya bahasa yang sangat indah Al-Maqrizi menguraikan kekebengisan Abu al-Abbas, pendiri khilafah Abbasiyah, yang dijuluki as-Saffah (orang yang banyak mengalirkan darah).[9]
Risalah Kedua, tentang kemurnian tauhid. Al-Maqrizi membeberkan berbagai perbedaan mendasar antara tauhid dan syirik. Menurutnya, inti dari ketauhidan adalah melihat bahwa segala sesuatu itu dari Allah dan mengabaikan lain-Nya, menyembah-Nya dengan sepenuh hati dan tidak menyembah selain-Nya. Hal ini berarti mengandung larangan untuk mengikuti hawa nafsu, sebab setiap orang yang mengikuti hawa nafsunya maka dengan serta merta ia menjadikan hawa nafsu sebagai sesembahannya. Kemudian Al-Maqrizi memaparkan tentang dua macam syirik yang menimpa kebanyakan umat, yaitu syirik ilahiyyah dan rububiyyah. Syirik ilahiyyah inilah yang umumnya dilakukan orang-orang musyrik, seperti menyembah berhala, malaikat, jin, dan orang-orang yang dianggap suci. Disamping itu juga Al-Maqrizi menjelaskan syiriknya kalangan Qadariyah, dan mengarahkan pandangan-pandangan Qadariyah dan Jabariyah dengan santun dan argumentatif.
Risalah Ketiga, tentang kabilah-kabilah badui yang ada di Mesir. Dalam risalah ini juga dikemukan tentang berbagai kabilah atau suku, klan, trah dan marga. Al-Maqrizi juga mengungkapkan dengan gaya bahasa yang indah mengenai macam-macam nama kabilah arab yang masih memiliki harta benda sampai sekarang di propinsi Mesir mulai dari utara sampai selatan. Di samping itu Al-Maqrizi juga mengisahkan dengan alur sejarah yang indah tentang bagaimana kedatangan mereka dari jazirah Arab ke tanah Arab pada umumnya dan Mesir secara khusus.[10]
Risalah Keempat, tentang mata uang pada zaman dulu. Dalam hal ini, al-Baladiri dengan risalah-nya yang berjudul an-Nuqud telah mendahului Al-Maqrizi. Risalah ini mengungkap tentang mata uang kuno yang berlaku pada awal-awal Islam, kekhilafahan Islam dan Abbasiyah. Al-Maqrizi juga menjelaskan dirham baghli dan dirham jawaz. Menurut penuturan Al-Maqrizi, dirham baghli adalah mata uang yang berlaku di Persia. Disamping itu juga dijelaskan pengertian istilah awqiyyah, rithl, daniq, dan qirath. Menurut al-Maqirzi, setiap khalifah mencetak mata uang, seperti apa yang dilakukan oleh khalifah Usman bin Affan dengan mencetak mata uang dirham yang berlogo tulisan Allahu Akbar.[11]
Risalah Kelima, tentang keutamaan keluarga Nabi dengan diserati dalil-dalilnya, baik dari al-Qur`an maupun hadits. Dalam risalah ini Al-Maqrizi juga melakukan perbandingan antara ayat-ayat al-Qur`an dan tafsirnya yang diambil dari berbagai sumber-sumber tafsir yang otoritatif seperti al-Qurthubi dan Ibn Athiyah. Disini terlihat kepiawaian Al-Maqrizi menyodorkan kepada para pembacanya tentang ragam pendapat para ahli tafsir kenamaan.
Risalah Keenam, tentang berbagai hal kimiawi. Diantara yang dijelaskan didalam risalah ini adalah mengenai metal atau unsur kimiawi yang berat. Diantaranya ialah emas, perak, tembaga, timah, besi, dan seng. Dalam risalah ini terlihat bagaimana dengan bagusnya Al-Maqrizi menjabarkan unsure-unsur kimiawi sehingga ia nampak sebagai seoarang ahli kimia handal.
Risalah Ketujuh, tentang raja-raja Islam di Habsyi. Dalam risalah ini, Al-Maqrizi juga menjelaskan tentang negeri Habsyi. Di antara yang masuk ke dalam wilayah Habsyi ialah Zaila yang dibagi menjadi tujuh kerajaan, di antaranya adalah kerajaan Aufat, Hadiyyah, dan Daroh. Di samping itu dalam risalah ini kita akan melihat penjelasan secara tidak langusng mengenai kata bithriq (pemimpin para uskup) dan kata hathiyy dalam bahasa Habsyi yang sama dengan kata sulthan dalam bahasa Arab. Hal lain yang dijelaskan dalam risalah ini ialah penjelasan menganai aliran yang ada di Habsyi, seperti al-Yaqubiyyah dan al-Malakiyyah.[12]
Risalah Kedelapan, tentang menggebu-gebunya jiwa-jiwa yang mengutamakan dzikir. Risalah ini tergolong sangat pendek, tetapi isinya begitu menggugah jiwa. Bagi Al-Maqrizi orang yang utama adalah orang yang selalu atau melanggengkan dzikir.
Risalah Kesembilan, tentang akhir yang baik (Husn al-khatimah). Risalah Kesepuluh, tentang teka-teki air. Dan yang terakhir Risalah Kesebelas, tentang lebah. Inilah risalah yang sangat bagus dan banyak menarik berbagai kalangan untuk mempelajarinya. Dalam risalah ini Al-Maqrizi menjelaskan bagaimana lebah yang bagus, sifat-sifatnya dan namanamanya, serta macam-macam madu.
Semua risalah yang ditulis Al-Maqrizi menunjukkan bahwa ia adalah orang yang banyak mengetahui banyak hal. Dengan kata lain Al-Maqrizi adalah salah satu intektual Muslim yang multidimensi. Al-Maqrizi tidak hanya menguasai pengetahuan keagamaan, tetapi ia juga mengusai dengan baik pengetahuan non-keagamaan atau pengetahuan umum. Tidak banyak pada zamannya intektual yang banyak menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti Al-Maqrizi. Dengan membaca risalah-risalahnya maka dapat menyelami kedalaman ilmu al Maqrizi.